Maandag 29 April 2013

PSIKOLOGI: Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN
Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi”












Oleh :
Moh. Fajar Husin                              (D01211060)
Muhammad Badruttamam              (D01211061)
Moh. Sofyan Syauqi                                     (D01211062)




FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA

 
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan kepribadian individu dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor hereditas dan lingkungan. Faktor hereditas yang mempengaruhi kepribadian antara lain : bentuk tubuh, cairan tubuh, dan sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua. Adapun faktor lingkungan antara lain : lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Disamping itu, meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan., kenyataannya sering ditemukan perubahan kepribadian. Perubahan itu terjadi dipengaruhi oleh fakor penggangguan fisik dan lingkungan.
Keluarga dipandang sebagai penentu utama penbentukan kepribadian anak. Alasannya adalah (1) keluarga adalah kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak hanya menghabiskan waktunya hanya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “ signifiakan people”  bagi penbentukan kepribadian anak.
Di samping itu, keluarga juga dipandang sebagai lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan insan, terutama bagi pengembangan ras manusia. Melalui perlakuan dan perawatan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik-biologis, maupun kebutuhan sosio-psikologisnya. Apalagi anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka anak cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat.
Perlakuan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan yang diberikan kepada anak, baik nilai agama maupun sosial budaya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak untuk menjadi pribadi dan menjadi masyarakat yang sehat dan produktif.
Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak dapat dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, yaitu suasana yang memberikan kasih sayang, perhatian dan bimbingan dalam agama, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif, sehat. Sedangkan perkembangan anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras kepada anak, atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya cenderung mengalami distoris atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).
1.      Faktor Genetika (Pembawaan)
Pada masa konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu, dan 23 kromosom dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara tidak secara langsung adalah (1) kualitas sistem syaraf, (2) keseimbangan biokoimia tubuh, dan (3) struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen (2) membatasi perkembangan kepribadian dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
Dalam kaitan ini Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan kemenarikannya), dan kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Contohnya: seorang anak laki-laki yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept”  yang tidak nyaman, jika dia berkembang dalam kehidupan sosial yang sangat menghargai nilai-nilai keberhasilan atletik, dan merendahkan keberhasilan dalam bidang lain yang diperolehnya. Sama halnya dengan wanita yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya.
Ilustrasi diatas menunjukkan, bahwa hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu sebagai dasar sebagai individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.
Menurut C.S. Hall, dimensi-dimensi temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian halnya dengan intelegensi.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin (1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.
a.       Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
Galton (1870) telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah keluarga. Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan individu.
b.      Metode Selektivitas Keturunan
Tryon (1940) menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar, cerdas “bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat kecerdasan yang berdistribusi normal.
c.       Penelitian terhadap Anak Kembar
Newman, Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan 19 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama juga.
Hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah memiliki kesamaan satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta kecerdasannya. Demikian juga kembar identik yang dipelihara bersama-sama, ternyata lebih mempunyai kesamaan dari pada kembar “faternal”
d.      Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh
Hippocrates menyakini bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya. Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama, dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh menurut Kretschmer.
1)      Tipe Piknis (Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya bulat.
2)      Tipe Asthenis (Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu sempit.
3)      Tipe Atletis: postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat, otot kuat).
4)      Tipe Displastis: tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.
Tipe-tipe ini berkaitan dengan: (1) gangguan mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan manik depresif, dan asthenis. (2) karaktritis individu yang normal, seperti tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan tenang, sedangkan asthenis bersifat serius, tenang dan senang menyendiri.[1]
2.      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
                        
a.       Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama dalam pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
Baldwin dkk. (1945), telah melakukan penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak. Pola asuh orang tua itu ternyata ada yang demokratis dan juga authoritarian. Orang tua yang demokratis ditandai dengan prilaku (1) menciptakan iklim kebebasan, (2) bersikap respek terhadap anak, (3) objektif, dan (4) mengambil keputusan secara rasional.
Anak yang dikembangkan dalam iklim demokratis cenderung memiliki cirri-ciri kepribadian: labih aktif, lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri, dan lebih konstruktif dibandingkan dengan anak yang dikembangkan dalam iklim authoritarian.

b.      Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
Sehubungan dengan pentingnya kebudayaan sebagai faktor penentu kepribadian, muncul pertanyaan: Bagaimana tipe dasar kepribadian masyarakat itu terjadi? Dalam hal ini Linton (1945) mengemukakan tiga prinsip untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tiga prinsip tersebut adalah (1) pengalaman kehidupan dalam awal keluarga, (2) pola asuh orang tua terhadap anak, dan (3) pengalaman awal kehidupan anak dalam masyarakat.

c.       Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya sebagai berikut:
1)      Iklim emosional kelas.
2)      Sikap dan prilaku guru.
3)      Disiplin.
4)      Prestasi belajar.
5)      Penerimaan teman sebaya. [2]

Dari penjelasan di atas, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal.
1.      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sering kita mendengar istilah “ buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, sifat mudah marah yang dimiliki oleh sang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula pada anaknya.

2.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga, sampai dengan pengaruh dari barbagai madia audiovisual seperti TV, VCD dan internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Lingkungan keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan berkembang akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Terutama dari cara orang tua mendidik dan membesarkan anaknya. Sejak lama peran sebagai orang tua sering kali tidak dibarengi oleh pemahaman mendalam tentang kepribadian. Akibatnya, mayoritas orang tua hanya bisa mencari kambing hitam –bahwa si anaklah yang tidak beres- ketika terjadi hal-hal negatif mengenai prilaku keseharian anaknya.seorang anak yang memiliki prilaku demikian sesungguhnya meniru cara berpikir dan perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Contoh orang tua sering memerintahkan anaknya, “ tolong nanti kalau ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada dirumah, karena ayah dan ibu akan tidur “. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong boleh atau halal dilakukan. Akibatnya anak juga melakukan prilaku bohong kepada orang lain termasuk pada orang tua yang mencontohinya. Jika perbuatan bohong yang dilakukan anak memperoleh kepuasan atau kenikmatan, minimal tidak memperoleh hukuman, maka perbuatan bohong itu akan dikembangkan lebih lanjut oleh anak tersebut.  Bahkan mungkin saja daya bohong itu akan menjadi suatu kesenangan dan dapat juga menjadi suatu keahlian yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. Demikian juga prilaku positif dan negatif lain yang terperaktikkan di lingkungan rumah.
Menurut Levine (2005) menjadi orang tua sesungguhnya merupakan proses yang dinamis. Situasi keluarga acap kali berubah. Tidak ada yang bersifat mekanis dalam proses tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa kepribadian mengaktifkan energy, mengembangkan langkah demi langkah, serta menyadari semua implikasi setiap langkah terhadap diri anak, para orang tua secara perlahan akan mampu menumpuk rasa percaya diri pada diri anak.
Selanjutnya, Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian orang tua akan berpengaruh terhadap caraorang tua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga berpengaruh pada kepribadian si anak tersebut. Ada Sembilan tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut :

a.       Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis dan moral.
b.      Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan si anak.
c.       Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan si anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keaadan.
d.      Pemimipin, selalu berupaya untuk selalu berhubungan secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama.
e.       Pengamat, selalu mencari sudut pandang yang menyeluruh, berupaya mengutamakan objektifitas dan perspektif.
f.       Pencemas, selalu melakukan tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya , ragu-ragu dan memiliki gambaran terburuk bahkan meraka sampai yakin bahwa anak merka benar-benar memahami situasi.
g.      Penghibur, selalu menerapakan gaya yang selalu santai.
h.      Pelindung, cenderung untuk mengambil alih tanggung jwab dan bersikap melindungi, berteriak pada si anak akan tetapi kemudian melindunginnya dari ancaman yang datang.
i.        Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yanag selalu menghindar dari konflik.

Berdasarkan Sembilan kepribadian orang tua dalam mendidik anakanya secara moralitas, maka tampaknya tiga tipe yang sejalan dalam pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, yaitu tipe pengatur, pengamat dan pencemas. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral menghendaki orang tua di lingkungan rumah tangga bertindak sebagai teman yang dapat bakerja sama dengan anak-anak mereka dalam menyelesaikan segala tugas guna memperbaiki keadaan sosial maupun fisik. Kepribadian orang tua sebagai pengamat yang menggunakan sudut pandang menyeluruh dan objektif akan membantu cara berpikir moral anak kearah yang luas, objektif, dan menyeluruh. Demikian juga, kepribadian orang tua tipe pencemas yang selalu membawa anak untuk berdiskusi, bertanya jawab, dan mengajak berpikir dalam menghadapi tantangandan konflik adalah sejalan dengan teori perkembangan moral kognitif dalam peningkatan perkembangan moral guna pembentukan kepribadian yang baik bagi anak-anak. [3]

Dari beberapa uraian di atas muncul tiga aliran utama yang saling bertentangan mengenai fenomena tentang faktor kepribadian[4], yaitu :
1.      Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer yang berpendapat bahwa faktor pembawaan itu lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar. Aliran ini didukung oleh aliran Naturalisme yang ditokohi oleh J.J. Rousseau yang berpendapat bahwa: segala yang suci dari tangan tuhan, rusak di tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada di dalam keadaan yang suci, tetapi karena dididik oleh manusia, malah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.
2.      Aliran Empirisme
      Aliran ini dipelopori oleh jhon locke, dengan tabula rasanya. Aliran Empieisme berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah yang lebih kuat daripada pembawaan manusia.
Aliran ini diperkuat oleh J.F. Herbart dengan teori psikologi asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi apabila alat indranya telah dapat menangkap sesuatu, yaitu jiwa. Di dalam kesadaran ini, hasil tangkapan itu tadi meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang dapat menangkap rangsangan dari luar ini makin banyak dan semuanya itu meninggalkan tanggapan. Di dalam tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangakan tolak menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.   
3.      Aliran Convergensi
Aliran ini dipelopori oleh itu W. Stern, mengajukan teorinya, yang terkenal dengan teori perpaduan, atau teori convergensi, yang berpendapat bahwa kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya saling memberikan pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalau tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada disekitar lingkunganya. Demikian pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan berfaedah apabila tidak ada yang menanggapi di dalam jiwa manusia.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang memepengaruhi kepribadian yaitu faktor hereditas atau genetika yang meliputi unsur fisik yang diturunkan oleh orang tua seperti bentuk tubuh, cairan tubuh, dan sifat-sifat yang diturunkan dari orang tua. Selanjutnya faktor lingkungan yaitu antara lain lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Di samping itu, meski kepribadian seseorang itu relatif konstan, kenyataannya sering ditemukan perubahan kepribadian. Perubahan itu terjadi dipengaruhi oleh faktor gangguan fisik dan lingkungan.
Dalam menyikapi faktor-faktor tersebut muncul tiga aliran utama mengenai faktor kepribadian yaitu aliran Nativisme yang dipelopori oleh Schoupenhouer yang mengungkapkan bahwa faktor pembawaan itu lebih kuat dari faktor yang datang dari luar, kemudian aliran Empirisme yang dikemukakan oleh John Locke yang berpendapat bahwa faktor dari luar itu lebih kuat karena manusia dilahirkan itu diandaikan seperti tabula rasa yang masih kosong dan akan terisi bila manusia menerima sesuatu dari luar, berbeda dengan keduanya, W. Stern mengemukakan teori Convergensi atau teori perpaduan yaitu faktor pembawaan tidak akan berkembang jika tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar, begitu sebaliknya faktor dari lingkungan tidak akan dapat berpengaruh apabila tidak ada yang menanggapi dari dalam jiwa manusia.










DAFTAR PUSTAKA



W. Sarwono, Sarlito, Pengantar psikologi Umum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010.
Sujanto, Agus, Psikologi Kepriadian, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1997.
Samsyu, Yusuf dan Juntika Nurihsan, Teori Kepriadian, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Wikipedia Bahasa Indonesia.




[1] Yusuf, syamsu, (2008), teori Kepribadian, Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal: 20
[2] Ibid. Hal: 27
[3] Sjarkawi, (2006), Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 19
[4] Wikipedia Bahasa Indonesia, diakses pada Selasa, 13 Desember 2011

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking