Maandag 29 April 2013

Ilmu Kalam: INTI AQIDAH ISLAMIYAH


INTI AQIDAH ISLAMIAH
Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Aqidah Ilmu Kalam”









Oleh :

Moh. Sofyan Syauqi                          (D01211062)
Muhammad Badruttamam              (D01211061)
Lifatul Jannah                                   (D01211058)
Karina Dewi Retno Kumala             (D01211057)

Dosen Pembimbing:
Drs. Ali Mas’ud, M.Ag. M.Pd.

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

 
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Tak terasa, sudah sejak lama sekali (mungkin sudah 20-an tahun atau bahkan lebih) kita menjadi sebagai seorang muslim. Nikmat yang besar ini patutlah kita syukuri, karena banyak diantara manusia yang tidak memperoleh nikmat ini. Dan nikmat inilah yang sangat menentukan bahagia atau sengsaranya kita di hari akhir nanti.
Pada kesempatan ini, tidaklah kami ingin menanyakan ‘Sejak kapan kita masuk islam?’ atau ‘Bagaimana ceritanya kita masuk islam?’ karena jawaban pertanyaan ini bukanlah suatu yang paling mendasar dan paling penting. Namun pertanyaan paling penting yang harus kita renungkan dan kita jawab pada setiap diri kita adalah: ‘Sudah sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?’ Pertanyaan inilah yang paling penting yang harus direnungkan dan dijawab, karena jawaban pertanyaan inilah yang nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan ketakwaan seseorang
B.     Rumusan masalah
Dari  latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang muncul adalah:
1. Apa pengertian Ilmu tauhid?
2. Apa hakekat  dan makna Ilmu Tauhid sebagai dasar aqidah pokok dan furu’ – furu’ dalam islam?

C.     Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian Ilmu tauhid.
2. Mengetahui hakekat  dan makna Ilmu Tauhid sebagai dasar aqidah pokok dan furu’ – furu’ dalam islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Dasar-dasar Normatif (al-qur’an-hadits) dan Filosofi Keimanan
Filosofi keimanan itu sama halnya dengan Filosofi ketauhidan. Secara etimologi, kata tauhid berasal dari bahasa Arab, bentuk mashdar dari kata وحّد , artinya mengesakan. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: Menurut Syeikh Muhammad Abduh, tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah Swt, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari-Nya. Sedangkan Prof. M. Thahir A. Muin mendefinisikan tauhid sebagai ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil, dan yang jaiz bagi Allah Swt dan utusan-utusan-Nya; serta mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan ada-nya Dzat yang mewujudkan. Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain Ibnu Khaldun mengatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang berisi alasan-alasan dari akidah keimanan dengan dalil-dalil ‘aqliyah dan berisi pula alasan-alasan bantahan terhadap orang-orang yang menyelewengkan akidah salaf dan ahlisunnah.  

Selama hayatnya, Rasulullah Saw berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah masyarakat yang hidup dalam kekafiran dan kemusyrikan. Beliau mengajak mereka untuk bertauhid dan memberikan pendidikan ketauhidan yang intensif kepada para sahabat dan pengikutnya. Beliau juga memberikan contoh kongkrit dan tauladan positif bagaimana sikap hidup manusia bertauhid yang tercemin dalam perkataan, sikap hidup, kepribadian, dan prilaku sehari-hari.
Tauhid adalah meyakini keesaan Allah Swt dalam rubûbiyyah, ikhlas beribadah kepadanya, serta menetapkan baginya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ada tiga macam tauhid rubûbiyyah, ulûhiyyah, dan asmâ wa sifât
Tauhid rubûbiyyah yaitu mengesakan Allah Swt dalam segala perbuatan-Nya dengan meyakini bahwa dia sendiri yang menciptakan segala makhluk. Allah Swt berfirman:
ª!$# ß,Î=»yz Èe@à2 &äóÓx« ( uqèdur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ×@Ï.ur ÇÏËÈ  

Allah Swt menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu.(QS.Al-Zumar:62-63)

Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, seseorang akan menyadari kewajibannya sebagai hamba Allah Swt dengan sendirinya.. Hal ini akan nampak dalam ibadahnya maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
 Tujuan Ilmu Tauhid diantaranya adalah sebagai berikut:
1.  Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.  Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.  Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapa menyesatkan.
4.   Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin


B.       Aqidah Pokok Dan Furu’ Dalam Islam
                       Anda tentu tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu' (cabang-cabang) agama Islam. Allah telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul sesama manusia seperti tatakrama pertemuan, tatacara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala.
C.     يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : 'Berlapang-lapanglah dalam majlis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu" [Al-Mujaadalah : 11]
D.    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَ‌ٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٢٧﴾ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ﴿٢٨﴾  

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu : 'Kembalilah !' maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".                  
 [An-Nuur : 27-28].
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur'an tentang cara berpakaian. Firman-Nya.
E.     وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ ۖ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٦٠﴾
"Artinya : Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi) tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan" [An-Nuur : 60].
F.      يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَ‌ٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
"Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min : 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya[2] ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang". [Al-Ahzaab : 59].
G.    وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٣١﴾
"Artinya : Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka sembunyikan". [An-Nuur : 31]
H.    ۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
"Artinya : Dan bukankah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya". [Al-Baqarah : 189].
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini, yang dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak perlu ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah Ta'ala tentang Al-Qur'an.
I.       وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَـٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴿٨٩﴾
"Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala seuatu". [An-Nahl : 89].

C. Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam
Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berfikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.Pada dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia baik berupa potensi biologis maupun potensi psikologis secara natural adalah sangat distingtif.Oleh sebab itu, perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam mengkaji suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.
       Dalam kaitan ini,Waliyullah Ad-Dahlawi pernah mengatakan bahwa para sahabat tabi’in biasa berbeda pendapat dalam mengkaji suatu masalah tertentu.Beberapa indikasi yang menjadi pemicu perbedaan pendapat di antara mereka adalah terdapat beberapa sahabat yang mendengar ketentuan hukum yang di putuskan Nabi, sementara yang lainnya tidak. Sahabat yang tidak mendengar keputusan itu lalu berijtihad.Dari sini kemudian terjaadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu ketentuan hukum.[1]
     Mengenai sebab-sebab pemicu perbedaan pendapat, Ad-Dahlawi tampaknya lebih menekankan aspek subjek pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan pendapat. Penekanan serupa pun pernah dikatakan Imam Munawwir. Ia mengantakan bahwa perbedaan pendapat di dalam islam lebih dilatarbelakangi adanya beberapa hal yang menyangkut kapasitas dan kredibilitas seseorang sabagai figur pembuat keputusan.Lain lagi dengan apa yang dikatakan Umar Sulaiman Asy-Syaqar.Ia lebih menekankan aspek objek keputusan sebagai pemicu tejadinya perbedaan pendapat,yaitu persoalan keyakinan (aqo’id),persoalan syariah ,dan persoalan politik.
Berawal dari tiga masalah diatas, perbedaan pendapat dalam teologi berkait erat dengan cara atau metode berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menjelaskan objek kajian. Di dalam buku (DR. Abdul Rozak & DR. Rosihan Anwar, Ilmu Kalam: 32). Membagi metode atau kerangka berpikir secara garis besar ada dua macam, dan prinsip-prinsipnya, yaitu:
1. Kerangka berpikir rasional
a) Hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas desebut dalam Al-Quran dan Hadis Nabi, yakni ayat yang Qath’I (teks yang tidak diinterpretasi lagi kepada arti lain, selain arti harfianya).
b) Memberi kebebasan manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.
2. Kerangka berpikir tradisional.
a) Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh mengandung arti lain selain dari arti harfinya).
b) Tidak member kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.
c) Memberikan daya yang kecil kepada akal.
           Aliran teologi yang sering disebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah Mu’tazillah.Oleh karena itu,Mu’tazillah di kenal sebagai aliran yang besifat rasional dan liberal. Adapun teologi yang sering di sebut-sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah Asy’ariyah.
           Disamping pengategorian teologi rasional dan traadisional,dikenal pula pengategorian akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyeleasaikan persoalan-persoalan kalam:
1.Aliran Antroposentris
           Aliran Antroposentris menganngap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal.Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos,baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya. Manusia adalah anak kosmos.Unsur supranatural dalam dirinya merupakan sumber kekuatannya.Tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat. Dengan demikian,manusia harus mampu menghapus kepribadian kemanusiaannya untuk meraih kemerdekaan dri liltan naturalnya. Orang yang tergolong dalam kelompok ini berpandangan negatif terhadap dunia karena menganggap keselamatan dirinya terletak pada kemampuannya untuk membuang semua hasrat dan keinginannya. Sementara ketakwaannya lebih diorientasikan kepada praktek-praktek pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud menyusun kepribadiannya kedalam realita impersonalnya.
        Anshari menganggap manusia yang berpandangan antroposentris sebagai sufi adalah mereka yang berpandangan mistis dan statis. Padahal manusia antroposentris sangat dinamis karena menganggap hakikat realitas transenden yang bersifat intrakosmos dan impersonal datang kepada manusia dalam bentuk daaya sejak manusia lahir. Daya itu berupa potensi yang menjadikannya mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Manusia yang memilih kebaikan akan memperoleh keuntungan melimpah(surga),sedangkan manusia yang memilih kejahatan, ia akan memperoleh kerugian melimpah pula(neraka). Dengan dayanya, manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa cmpur tangan realitas transenden. Aliran teologi yang termasuk dalam kategori ini adalah Qodariyah, Mu’tazillah, dan, Syi’ah.
2.Teolog Teosentris
         Aliran teosentris menganggap bahwa haakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal, dan keturunan. Tuhan adalah pencipta segala yang ada di kosmos ini. Ia dengan segala kekuasaan-Nya mampu berbuat apa saja secara mutlak. Sewaktu-waktu ia dapat muncul pada masyarakat kosmos. Manusia adalah ciptaan-Nya sehingga harus berkarya hanya untuk-Nya. Di dalam kondisinya yang serba relatif, diri manusian adalah migran abadi yang segera akan kembali kepada Tuhan. Untuk itu, manusia harus mampu meningkatkan keselarasan dengan realita tertinggi dn transenden melalui ketakwaan. Dengan ketakaanya, manusia akan memperoleh kesempurnaan yang layak sesuai dengan naturalnya. Dengan kesempurnaan itu pula manusia akan menjadi sosok ang ideal, yang mampu memancarkan atribut-atribut ketuhanan dalam cermin dirinya. Kondisi semacam inilah yang pada saat nanti akan menyelamatkan nasibnya  dimasa yang akan datang.
        Manusia teosentris adalah manusia yang statis karena seringterjebak dalam kepasrahan mutlak Tuhan.  Sikap kepasarahan menjdiak ia tidak mempunya pilihan. Baginya, segala perbuatannya pada hakikatnya adalah aktifitas Tuhan. Ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali apa yang telah ditentukan Tuhan. Dengan cara itu, Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat di ganggu-gugat. Tuhan dapat saja memasukkan manusia jahat dalam keuntungan yang melimph (surga). Begitu pila, Dia dapat sja memasukkan manusia yang taat kedalam situasi serba rugi yang terus-menerus (neraka).
         Ailran teosentis menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat manusia bisa datang sewaktu-waktu dari Tuhan. Oleh sebab itu, adakalanya manusia mampu melaksanakan suatu perbuatan tatkala ada daya yang datang kepadanya. Sebaliknya, ia tidak mampu malaksanakan suatu perbuatan apapun tatkala tidak ada daya yang datang kepadanya. Dengan perantaraan daya, Tuhan mempunyai daya sam sekali terhadap segala perbuatannya. Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah Jabbariyah.
 3. Aliran Konvergergensi atau Sintesis
             Aliran konvergensi menganggap hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligusnintrakosmos,personal dan impersonal,lahut dan nashut,makhluk dan Tuhan, sayang dan jahat, lenyap dan abadi,tampak dan abstrak,dan sifat lain yang dikotomik. Ibn Arabi manamakan sifat-sifat semacam ini dengan insijam al-azali (preestabilished harmony. Aliran ini memandang bahwa manusia adalah tajjali atau cermin asma dan sifat-sifat realitass mutlak itu. Bahkan,seluruh alam (kosmos),termasuk manusia,juga merupakan cermin asma dan sifat-Nya yang beragam. Oleh sebab itu,eksistensi kosmos yang dikatakan sebagai penciptaan pada dasarnya adalah penyingkapan asma dan sifat-sifat-Nya yang azali.
           Aliran konvergensi memandang bahwa pada dasarnya, segala sesuatu itu selalu berada dalam ambigu (seba ganda), baik secara subtansial maupun formal. Secara subtansial,sesuatu mempunyai nilai-nilai batini,huwiyah,dan eternal (qadim)karena merupakan gambaran Al-Haq. Dari sisi ini, sesuatu tidak dapat dimusnahkan kapan saja karena sifat makhluk adalah pofan dan reltif. Eksistensinya sebagai makhluk adalah mengikuti sunatullah atau natural law ( hukum alam) yang berlaku.
          Aliran ini berkeyakinan hakikat daya manusia merupakan proses kerja sama antara daya yang transendental (Tuhan) dalam bentuk kebijaksananan dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis. Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpatisipsi dalam proses peristiwa yang terjadi pada dirinya, daya yang transendental yang memproses suatu peristiwa yang terjadi pada dirinya. Oleh karen itu, ia tidak memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan. Sebaliknya ketika terjadi suatu peristiwa pada dirinya,sementara ia sendiri telah berusaha melakukannya, maka pada dasarnya keja sama harmonis antara daya transendental dan daya temporal. Konsenkuensinya, manus9a akan memperoleh pahala atau siksaan dari Tuhan,sebanyak andil temporalnya dalam mengaktualkan peristiwa tertentu.
         Kebahagiaan, bagi para penganut aliran konvergrnsi,terlrtak pada kemampuannya membuat pendulu agar selal berada tidak jauh kekanan atau ke kiri .tetapi tetap di tengah-tengah antara berbagai ekstrimitas. Dilihat dari sisi ini, Tuhan adalah sekutu manusia yang tetap, atau lebih luas lagi bahwa Tuhan adalah sekutu makhluk-Nya,sedangkan makhlukn  adalah sekutu Tuhannya. Ini karena, baik manusia atau makhluk merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan sebagaimana keterpaduan antara dzat Tuhan dn asma serta sifat-sifat-Nya. Kesimpulannya, kemerdekaan kehendak manusia yang profan selalu berdampingan dengan determinisme transendental Tuhn yang sakral dan menyatu dalam daya manusia. Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke dalam ktegori ini adalah Asy’ariyah.
4. Aliran Nihilis
         Alran nihilis menganggap bahwa hakikat realitas transendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak Tuhan kosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagian yang bersifat fisik,yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.        



[1] Sebagai contoh,adalah peristiwa hajinya Rasul dengan sebagian para sahabatnya.Sebagian sahabat menganggap bahwa memperpanjang pelaksanaan tawaf,sebagaimana yang mereka saksikan dari Nabi,termasuk perbuatan sunah.Sementara itu,sebagian sahabat merasa ragu-ragu atau bimbang dalam menentukan pesoalan ini.Lihat Waliyullah Ad-Dahlawiy,Al-inshaf fi Bayan Asbab AL-ikhtilaf,Dar An-Nafais,Beirut,1978,hlm. 15-30.

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking