INTI AQIDAH ISLAMIAH
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Aqidah Ilmu Kalam”
Oleh
:
Moh. Sofyan
Syauqi
(D01211062)
Muhammad Badruttamam (D01211061)
Lifatul Jannah (D01211058)
Karina
Dewi Retno Kumala (D01211057)
Dosen
Pembimbing:
Drs. Ali Mas’ud, M.Ag. M.Pd.
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tak terasa, sudah sejak
lama sekali (mungkin sudah 20-an tahun atau bahkan lebih) kita menjadi sebagai
seorang muslim. Nikmat yang besar ini patutlah kita syukuri, karena banyak
diantara manusia yang tidak memperoleh nikmat ini. Dan nikmat inilah yang
sangat menentukan bahagia atau sengsaranya kita di hari akhir nanti.
Pada kesempatan ini,
tidaklah kami ingin menanyakan ‘Sejak kapan kita masuk islam?’ atau ‘Bagaimana
ceritanya kita masuk islam?’ karena jawaban pertanyaan ini bukanlah suatu
yang paling mendasar dan paling penting. Namun pertanyaan paling penting yang
harus kita renungkan dan kita jawab pada setiap diri kita adalah: ‘Sudah
sejauh manakah kita telah memahami dan mengamalkan ajaran kita ini?’
Pertanyaan inilah yang paling penting yang harus direnungkan dan dijawab,
karena jawaban pertanyaan inilah yang nantinya sangat menentukan kualitas
keislaman dan ketakwaan seseorang
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan
masalah yang muncul adalah:
1. Apa pengertian Ilmu tauhid?
1. Apa pengertian Ilmu tauhid?
2. Apa hakekat dan makna Ilmu Tauhid
sebagai dasar aqidah pokok dan furu’ – furu’ dalam islam?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan
pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian Ilmu tauhid.
1. Mengetahui pengertian Ilmu tauhid.
2. Mengetahui hakekat dan makna Ilmu
Tauhid sebagai dasar aqidah pokok dan furu’ – furu’ dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar-dasar Normatif
(al-qur’an-hadits) dan Filosofi Keimanan
Filosofi keimanan itu sama halnya dengan Filosofi ketauhidan.
Secara etimologi, kata tauhid berasal dari
bahasa Arab, bentuk mashdar dari kata وحّد ,
artinya mengesakan. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: Menurut Syeikh Muhammad
Abduh, tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah Swt,
sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan
dari-Nya. Sedangkan Prof. M. Thahir A. Muin mendefinisikan tauhid sebagai ilmu
yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil, dan yang jaiz bagi
Allah Swt dan utusan-utusan-Nya; serta mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok
dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan ada-nya Dzat yang
mewujudkan. Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain Ibnu Khaldun
mengatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang berisi alasan-alasan dari akidah
keimanan dengan dalil-dalil ‘aqliyah dan berisi pula alasan-alasan bantahan
terhadap orang-orang yang menyelewengkan akidah salaf dan ahlisunnah.
Selama hayatnya, Rasulullah
Saw berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah masyarakat yang hidup
dalam kekafiran dan kemusyrikan. Beliau mengajak mereka untuk bertauhid dan
memberikan pendidikan ketauhidan yang intensif kepada para sahabat dan
pengikutnya. Beliau juga memberikan contoh kongkrit dan tauladan positif
bagaimana sikap hidup manusia bertauhid yang tercemin dalam perkataan, sikap
hidup, kepribadian, dan prilaku sehari-hari.
Tauhid adalah meyakini
keesaan Allah Swt dalam rubûbiyyah, ikhlas beribadah kepadanya, serta
menetapkan baginya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ada
tiga macam tauhid rubûbiyyah, ulûhiyyah, dan asmâ wa sifât
Tauhid rubûbiyyah yaitu
mengesakan Allah Swt dalam segala perbuatan-Nya dengan meyakini bahwa dia
sendiri yang menciptakan segala makhluk. Allah Swt berfirman:
ª!$# ß,Î=»yz Èe@à2 &äóÓx« ( uqèdur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ×@Ï.ur ÇÏËÈ
Allah Swt menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu.(QS.Al-Zumar:62-63)
Tauhid tidak hanya sekedar
diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi harus dihayati dengan baik dan
benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan
benar, seseorang akan menyadari kewajibannya sebagai hamba Allah Swt dengan
sendirinya.. Hal ini akan nampak dalam ibadahnya maupun dalam kehidupannya
sehari-hari.
Tujuan Ilmu Tauhid diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai sumber dan
motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing
manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadah dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa
manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapa menyesatkan.
4. Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir
dan batin
B. Aqidah Pokok Dan Furu’
Dalam Islam
Anda tentu tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan dalam
Al-Qur'an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu' (cabang-cabang) agama Islam.
Allah telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai
tentang bergaul sesama manusia seperti tatakrama pertemuan, tatacara minta izin
dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala.
C.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا
فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
apabila dikatakan kepadamu : 'Berlapang-lapanglah dalam majlis', maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu" [Al-Mujaadalah
: 11]
D.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ
بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ
خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٢٧﴾ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا
أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ
ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
عَلِيمٌ ﴿٢٨﴾
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu : 'Kembalilah !' maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu : 'Kembalilah !' maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
[An-Nuur
: 27-28].
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan pula
kepada kita dalam Al-Qur'an tentang cara berpakaian. Firman-Nya.
E.
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا
فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ
بِزِينَةٍ ۖ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
﴿٦٠﴾
"Artinya : Dan perempuan-perempuan tua yang
telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi)
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan" [An-Nuur : 60].
F.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ
أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
"Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min : 'Hendaklah
mereka mengulurkan jilbanya[2] ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang". [Al-Ahzaab : 59].
G.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
﴿٣١﴾
"Artinya : Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka sembunyikan". [An-Nuur : 31]
H.
۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ
بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ
وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
"Artinya : Dan bukankah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang
yang bertakwa, dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya".
[Al-Baqarah : 189].
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini, yang
dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah sempurna, mencakup segala aspek
kehidupan, tidak perlu ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman
Allah Ta'ala tentang Al-Qur'an.
I.
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ
أَنفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَـٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ
لِلْمُسْلِمِينَ ﴿٨٩﴾
"Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu kitab
(Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala seuatu". [An-Nahl : 89].
C. Kerangka Berfikir
Aliran-aliran Ilmu Kalam
Mengkaji
aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka
berfikir dan proses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.Pada dasarnya, potensi yang dimiliki
setiap manusia baik berupa potensi biologis maupun potensi psikologis secara
natural adalah sangat distingtif.Oleh sebab itu, perbedaan kesimpulan antara
satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam mengkaji suatu objek tertentu
merupakan suatu hal yang bersifat natural pula.
Dalam kaitan ini,Waliyullah Ad-Dahlawi
pernah mengatakan bahwa para sahabat tabi’in biasa berbeda pendapat dalam
mengkaji suatu masalah tertentu.Beberapa indikasi yang menjadi pemicu perbedaan
pendapat di antara mereka adalah terdapat beberapa sahabat yang mendengar
ketentuan hukum yang di putuskan Nabi, sementara yang lainnya tidak. Sahabat
yang tidak mendengar keputusan itu lalu berijtihad.Dari sini kemudian terjaadi
perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu ketentuan hukum.[1]
Mengenai sebab-sebab pemicu perbedaan pendapat, Ad-Dahlawi tampaknya
lebih menekankan aspek subjek pembuatan keputusan sebagai pemicu perbedaan
pendapat. Penekanan serupa pun pernah dikatakan Imam Munawwir. Ia mengantakan
bahwa perbedaan pendapat di dalam islam lebih dilatarbelakangi adanya beberapa
hal yang menyangkut kapasitas dan kredibilitas seseorang sabagai figur pembuat
keputusan.Lain lagi dengan apa yang dikatakan Umar Sulaiman Asy-Syaqar.Ia lebih
menekankan aspek objek keputusan sebagai pemicu tejadinya perbedaan
pendapat,yaitu persoalan keyakinan (aqo’id),persoalan syariah ,dan persoalan
politik.
Berawal dari
tiga masalah diatas, perbedaan pendapat dalam teologi berkait erat dengan cara
atau metode berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menjelaskan objek kajian.
Di dalam buku (DR. Abdul Rozak & DR. Rosihan Anwar, Ilmu Kalam: 32).
Membagi metode atau kerangka berpikir secara garis besar ada dua macam, dan
prinsip-prinsipnya, yaitu:
1. Kerangka
berpikir rasional
a) Hanya terikat
pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas desebut dalam Al-Quran dan Hadis
Nabi, yakni ayat yang Qath’I (teks yang tidak diinterpretasi lagi kepada
arti lain, selain arti harfianya).
b) Memberi
kebebasan manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya yang kuat
kepada akal.
2. Kerangka
berpikir tradisional.
a) Terikat pada
dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang boleh
mengandung arti lain selain dari arti harfinya).
b) Tidak member
kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.
c) Memberikan daya
yang kecil kepada akal.
Aliran teologi yang sering
disebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah Mu’tazillah.Oleh
karena itu,Mu’tazillah di kenal sebagai aliran yang besifat rasional dan
liberal. Adapun teologi yang sering di sebut-sebut memiliki metode berfikir
tradisional adalah Asy’ariyah.
Disamping pengategorian teologi
rasional dan traadisional,dikenal pula pengategorian akibat adanya perbedaan
kerangka berfikir dalam menyeleasaikan persoalan-persoalan kalam:
1.Aliran
Antroposentris
Aliran Antroposentris menganngap bahwa
hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal.Ia berhubungan
erat dengan masyarakat kosmos,baik yang natural maupun yang supranatural dalam
arti unsur-unsurnya. Manusia adalah anak kosmos.Unsur supranatural dalam
dirinya merupakan sumber kekuatannya.Tugas manusia adalah melepaskan unsur
natural yang jahat. Dengan demikian,manusia harus mampu menghapus kepribadian
kemanusiaannya untuk meraih kemerdekaan dri liltan naturalnya. Orang yang
tergolong dalam kelompok ini berpandangan negatif terhadap dunia karena
menganggap keselamatan dirinya terletak pada kemampuannya untuk membuang semua
hasrat dan keinginannya. Sementara ketakwaannya lebih diorientasikan kepada
praktek-praktek pertapaan dan konsep-konsep magis. Tujuan hidupnya bermaksud
menyusun kepribadiannya kedalam realita impersonalnya.
Anshari menganggap manusia yang
berpandangan antroposentris sebagai sufi adalah mereka yang berpandangan mistis
dan statis. Padahal manusia antroposentris sangat dinamis karena menganggap
hakikat realitas transenden yang bersifat intrakosmos dan impersonal datang kepada
manusia dalam bentuk daaya sejak manusia lahir. Daya itu berupa potensi yang
menjadikannya mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Manusia yang
memilih kebaikan akan memperoleh keuntungan melimpah(surga),sedangkan manusia
yang memilih kejahatan, ia akan memperoleh kerugian melimpah pula(neraka).
Dengan dayanya, manusia mempunyai kebebasan mutlak tanpa cmpur tangan realitas
transenden. Aliran teologi yang termasuk dalam kategori ini adalah Qodariyah,
Mu’tazillah, dan, Syi’ah.
2.Teolog Teosentris
Aliran teosentris menganggap bahwa
haakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal, dan keturunan.
Tuhan adalah pencipta segala yang ada di kosmos ini. Ia dengan segala
kekuasaan-Nya mampu berbuat apa saja secara mutlak. Sewaktu-waktu ia dapat
muncul pada masyarakat kosmos. Manusia adalah ciptaan-Nya sehingga harus
berkarya hanya untuk-Nya. Di dalam kondisinya yang serba relatif, diri manusian
adalah migran abadi yang segera akan kembali kepada Tuhan. Untuk itu, manusia
harus mampu meningkatkan keselarasan dengan realita tertinggi dn transenden
melalui ketakwaan. Dengan ketakaanya, manusia akan memperoleh kesempurnaan yang
layak sesuai dengan naturalnya. Dengan kesempurnaan itu pula manusia akan
menjadi sosok ang ideal, yang mampu memancarkan atribut-atribut ketuhanan dalam
cermin dirinya. Kondisi semacam inilah yang pada saat nanti akan menyelamatkan
nasibnya dimasa yang akan datang.
Manusia teosentris adalah manusia yang
statis karena seringterjebak dalam kepasrahan mutlak Tuhan. Sikap kepasarahan menjdiak ia tidak mempunya
pilihan. Baginya, segala perbuatannya pada hakikatnya adalah aktifitas Tuhan.
Ia tidak mempunyai pilihan lain, kecuali apa yang telah ditentukan Tuhan.
Dengan cara itu, Tuhan menjadi penguasa mutlak yang tidak dapat di
ganggu-gugat. Tuhan dapat saja memasukkan manusia jahat dalam keuntungan yang
melimph (surga). Begitu pila, Dia dapat sja memasukkan manusia yang taat
kedalam situasi serba rugi yang terus-menerus (neraka).
Ailran teosentis menganggap daya yang
menjadi potensi perbuatan baik atau jahat manusia bisa datang sewaktu-waktu
dari Tuhan. Oleh sebab itu, adakalanya manusia mampu melaksanakan suatu
perbuatan tatkala ada daya yang datang kepadanya. Sebaliknya, ia tidak mampu
malaksanakan suatu perbuatan apapun tatkala tidak ada daya yang datang
kepadanya. Dengan perantaraan daya, Tuhan mempunyai daya sam sekali terhadap
segala perbuatannya. Aliran teologi yang tergolong dalam kategori ini adalah
Jabbariyah.
3. Aliran Konvergergensi atau Sintesis
Aliran konvergensi menganggap
hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligusnintrakosmos,personal dan
impersonal,lahut dan nashut,makhluk dan Tuhan, sayang dan jahat, lenyap dan abadi,tampak
dan abstrak,dan sifat lain yang dikotomik. Ibn Arabi manamakan sifat-sifat
semacam ini dengan insijam al-azali (preestabilished harmony. Aliran ini
memandang bahwa manusia adalah tajjali atau cermin asma dan sifat-sifat
realitass mutlak itu. Bahkan,seluruh alam (kosmos),termasuk manusia,juga
merupakan cermin asma dan sifat-Nya yang beragam. Oleh sebab itu,eksistensi
kosmos yang dikatakan sebagai penciptaan pada dasarnya adalah penyingkapan asma
dan sifat-sifat-Nya yang azali.
Aliran konvergensi memandang bahwa
pada dasarnya, segala sesuatu itu selalu berada dalam ambigu (seba ganda), baik
secara subtansial maupun formal. Secara subtansial,sesuatu mempunyai
nilai-nilai batini,huwiyah,dan eternal (qadim)karena merupakan gambaran Al-Haq.
Dari sisi ini, sesuatu tidak dapat dimusnahkan kapan saja karena sifat makhluk
adalah pofan dan reltif. Eksistensinya sebagai makhluk adalah mengikuti
sunatullah atau natural law ( hukum alam) yang berlaku.
Aliran ini berkeyakinan hakikat daya
manusia merupakan proses kerja sama antara daya yang transendental (Tuhan)
dalam bentuk kebijaksananan dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis.
Dampaknya, ketika daya manusia tidak berpatisipsi dalam proses peristiwa yang
terjadi pada dirinya, daya yang transendental yang memproses suatu peristiwa
yang terjadi pada dirinya. Oleh karen itu, ia tidak memperoleh pahala atau
siksaan dari Tuhan. Sebaliknya ketika terjadi suatu peristiwa pada
dirinya,sementara ia sendiri telah berusaha melakukannya, maka pada dasarnya
keja sama harmonis antara daya transendental dan daya temporal.
Konsenkuensinya, manus9a akan memperoleh pahala atau siksaan dari
Tuhan,sebanyak andil temporalnya dalam mengaktualkan peristiwa tertentu.
Kebahagiaan, bagi para penganut aliran
konvergrnsi,terlrtak pada kemampuannya membuat pendulu agar selal berada tidak
jauh kekanan atau ke kiri .tetapi tetap di tengah-tengah antara berbagai
ekstrimitas. Dilihat dari sisi ini, Tuhan adalah sekutu manusia yang tetap,
atau lebih luas lagi bahwa Tuhan adalah sekutu makhluk-Nya,sedangkan
makhlukn adalah sekutu Tuhannya. Ini
karena, baik manusia atau makhluk merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan
sebagaimana keterpaduan antara dzat Tuhan dn asma serta sifat-sifat-Nya.
Kesimpulannya, kemerdekaan kehendak manusia yang profan selalu berdampingan
dengan determinisme transendental Tuhn yang sakral dan menyatu dalam daya
manusia. Aliran teologi yang dapat dimasukkan ke dalam ktegori ini adalah
Asy’ariyah.
4. Aliran Nihilis
Alran nihilis menganggap
bahwa hakikat realitas transendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak
Tuhan kosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam
suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan diri
manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang
terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagian yang bersifat fisik,yang
merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.
[1]
Sebagai contoh,adalah peristiwa hajinya Rasul dengan sebagian para
sahabatnya.Sebagian sahabat menganggap bahwa memperpanjang pelaksanaan
tawaf,sebagaimana yang mereka saksikan dari Nabi,termasuk perbuatan
sunah.Sementara itu,sebagian sahabat merasa ragu-ragu atau bimbang dalam
menentukan pesoalan ini.Lihat Waliyullah Ad-Dahlawiy,Al-inshaf fi Bayan Asbab
AL-ikhtilaf,Dar An-Nafais,Beirut,1978,hlm. 15-30.
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking