MUNASABAH AL-QURAN
Tugas
Untuk Memenuhi Mata Kuliah
“Studi al-Qur’an”
Oleh
:
Muhammad Badruttamam (D01211061)
Lifatul Jannah (D01211058)
Dosen
Pembimbing:
Dr. Ach. Yusam Tobroni, M.Ag
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
|
A.
Pendahuluan
Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang sekaligus merupakan mukjizat yang diturunkan kepada
Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara mutawattir
(langsung dari Rasul kepada umatnya), yang kemudian termaktub dalam mushaf.
Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah
meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam
segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan
berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap
al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit
dipahami.
Sejumlah
pengamat Barat memandang al-Qur’an sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan
diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini pada umumnya menimbulkan
masalah khusus bagi mereka. Sekalipun bahasa Arab yang digunakan dapat
dipahami, terdapat bagian-bagian di dalamnya yang sulit dipahami. Kaum Muslim sendiri untuk memahaminya, membutuhkan banyak
kitab Tafsir dan Ulum al-Qur’an. Sekalipun demikian, masih diakui bahwa
berbagai kitab itu masih menyisakan persoalan terkait dengan belum semuanya
mampu mengungkap rahasia al-Qur’an dengan sempurna.
‘Ilm
Munâsabah (ilmu tentang keterkaitan antara satu
surat/ayat dengan surat/ayat lain) merupakan bagian dari Ulum al-Qur’an.
Ilmu ini posisinya cukup penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat
al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sebagaimana tampak dalam
salah satu metode tafsir Ibn Katsir ; al-Qur’an
yufassirû ba’dhuhu ba’dhan, posisi ayat yang satu adalah menafsirkan ayat
yang lain, maka memahami al-Qur’an harus utuh, jika tidak, maka akan masuk
dalam model penafsiran yang atomistik (sepotong-sepotong).
B.
Pengertian
Menurut Imam al-Zarkasyi
kata munasabah seacara bahasa adalah mendekati (muqarabah),
seperti dalam contoh kalimat : fulan yunasibu fulan (fulan
mendekati/menyerupai fulan). Kata nasib adalah kerabat dekat, seperti dua
saudara, saudara sepupu, dan semacamnya. Jika keduanya munasabah dalam
pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah). Imam Zarkasyi
sendiri memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada
bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafadz umum dan lafadz
khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat
dan ma’lul, kemiripan ayat, pertentangan (ta’arudh) dan
sebagainya. Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa kegunaan ilmu ini adalah
“menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi
seperti bangunan yang kokoh yang bagian-bagiannya tersusun harmonis”.
Manna’ al-Qattan dalam
kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an, munasabah menurut bahasa
disamping berarti muqarabah juga musyakalah (keserupaan). Sedang
menurut istilah ulum al-Qur’an berarti pengetahuan tentang berbagai
hubungan di dalam al-Qur’an, yang meliputi : Pertama, hubungan satu
surat dengan surat yang lain; kedua, hubungan antara nama surat dengan
isi atau tujuan surat; ketiga, hubungan antara fawatih al-suwar
dengan isi surat; keempat, hubungan antara ayat pertama dengan ayat
terakhir dalam satu surat; kelima, hubungan satu ayat dengan ayat yang
lain; keenam, hubungan kalimat satu dengan kalimat yang lain dalam satu
ayat; ketujuh, hubungan antara fashilah dengan isi ayat; dan kedelapan,
hubungan antara penutup surat dengan awal surat
Jadi arti munasabah menurut ialah ilmu untuk
mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur’an. Ilmu ini
menjelaskan tentang segi-segi hubungan antara beberapa ayat atau beberapa surat
al-Qur’an.[1]
Munasabah antar ayat dan antar surat dalam al-Qur’an didasarkan pada teori
bahwa teks merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait. Sehingga ‘ilm munâsabah dioperasionalisasikan untuk
menemukan hubungan-hubungan tersebut yang mengaitkan antara satu ayat dengan
ayat yang lain, pengungkapan hubungan –hubungan itu harus mempunyai landasan
pijak teoritik dan insight (wawasan) yang dalam dan luas mengenai teks.[2]
C.
Latar Belakang
Munculnya Ilmu Munasabah
Berawal dari kenyataan bahwa sistematika al-Qur’an sebagaimana
dalam mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarka fakta kronologis turunnya
al-Qur’an. Itulah sebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama’ salaf
tentang urutan surat di dalam al-Qur’an. Salah satu penyebab perbedaan pendapat
ini adalah adanya mushaf-mushaf ulama’ salaf yang urutan suratnya berfariasi.
Atas dasar perbedaan sistematika itulah wajar jika masalah teori korelasi
(munasabah) al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama’ yang menekuni
Ulumul al-Qur’an.
Menurut as-Sharahbani, seperti dikutip az-Zarkasyi
dalam kitab al-Burhan, ulama’ yang pertama kali menaruh perhatian terhadap
masalah ini adalah Syaikh Abu Bakar an-Naisaburi. Namun kitab tafsir
an-Naisaburi yang dimaksud sukar dijumpai sekarang. Sebagaimana dinyatakan
adh-Dhahabi, besarnya perhatian an-Naisaburi terhadap munasabah nampak dari
ungkapan as-suyuti yaitu;
“setiap kali ia (an-Naisaburi) duduk di atas kursi
apabila dibacakan al-Qur’an kepadanya, beliau berkata: Mengapa ayat ini
diletakkan di samping ayat ini, dan apa rahasia diletakkan surat ini di samping
surat ini? Beliau mengkritik para ulama’ Baghdad lantaran mereka tidak
mengetahui”
Tindakan an-Naisaburi merupakan kejutan dan langkah
baru dalam dunia tafsir waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap
persesuaian, baik antar ayat maupun antar surat, terlepas dari segi tepat atau
tidaknya. Satu hal yang jelas, beliau dipandang sebagai bapak ilmu munasabah.
Dalam perkembangannya, ilmu munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari
ilmu-ilmu al-Qua’an. Ulama’-ulama’ yang datang kemudian menyusun pembahasan
ilmu munasabah secara khusus.[3]
D.
Macam-macam
Munasabah Dalam Al-Qur’an
Munasabah atau persambungan antara bagian al_Qur’an
yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai
seginya.
1.
Dari Segi Sifat Munasabah
Jika ditinjau dari sifat munasabah atau keadaan persesuaian
dan persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu:
a.
Persesuaian yang nyata (Dzaahiru
al-Irtibath) atau persesuaian yang
tampak jelas, yaitu persesuaian antara bagian al-Qur’an yang satu dengan yang
lain tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain
erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna, jika
dipisahkan dengan kalimat yang lain. Maka deretan beberapa ayat yang
menerangkan sesuatu materi itu kadang-kadang ayat yang satu itu berupa penguat,
penafsiran, penyambung, penjelasan pengecualian, atau pembatasan dari ayat yang
lain, sehingga semua ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama.
Contohnya, persambungan antara ayat
pertama surat al-Isra’:
سُبْحَانَ الَّذِي
أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ
الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya: “Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al
Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Ayat tersebut
menerangkan perjalanan isra’ Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya ayat
kedua dari surat al-Isra’:
وَآتَيْنَا مُوسَى
الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلا تَتَّخِذُوا مِنْ
دُونِي وكِيلا
Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami
jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israel (dengan firman): Janganlah kamu mengambil penolong
selain Aku”.
Ayat tersebut
menjelaskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s.
Persesuaian
antara kedua ayat tersebut tampak jelas mengenai diutusnya kedua orang
Nabi/Rasul tersebut.
b.
Persambungan yang tidak
jelas (Khafiyyu al- Irtibath) atau samarnya persesuaian antara bagian
al-Qur’an dengan yang lain, sehingga tidak tampak adanya pertalian antara
keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surah itu berdiri
sendiri-sendiri, baik kerena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang
lain, atau karena bertentangan dengan yang lain.
Contohnya, seperti hubungan antara ayat
189 surah al-Baqarah dengan ayat 190 surah al-Baqarah. Ayat 189 surah
al-Baqarah tersebut berbunyi:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ
تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا
الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)
haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Ayat tersebut
menerangakan bulan sabit /
tanggal-tanggal untuk tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedangkan ayat
190 surat al-Baqarah berbunyi:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا
إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya: ”Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
Ayat
tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat
islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya atau
hubungan yang satu denga yang lainnya samar. Padahal sebenarnya ada hubungan
antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat 189 mengenai soal waktu haji, sedangkan
ayat 190 menjelaskan bahwa sebenarnya, waktu haji itu umat Islam dilarang
berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan musuh itu harus
dibalas, walaupun pada musim haji.[4]
2. Dari Segi Materi Munasabah
Jika
dilihat dari segi materinya, maka munasabah mempunyai beberapa macam, yaitu:
a.
Munasabah antara surah
dengan surah lain
Surah-surah
Al Qur’an mempunyai munasabah kerena surah yang datang kemudian menjelaskan
topik yang jelas disebutkan secara umum dalam surah sebelumnya. Sebagai contoh,
surah al-Baqarah memberikan perincian dan menjelaskan bagi surah al-Fatihah.
Surah Ali Imran juga merupakan surah
berikutnya memberi penjelasan lebih lanjut tentang kandungan surat al-Baqarah.
Selain itu munasabah dapat membentuk tema pokok dari berbagai surah, contoh:
ikrar ketuhanan, kaidah-kaidah agama dan dasar-dasar agama. Ini semua merupakan
tema-tema pokok dari surah al-Fatihah, al Baqarah, dan Ali ‘Imran. Ketiga surah
ini saling mendukung tema pokok tersebut.
b.
Munasabah antara nama surah
dengan kandunganya
Nama-nama
surah yang ada di dalam Al-Qur’an memiliki kaitan dengan topik yang ada dalam
isi surah. Surah al-Fatihah disebut juga Umm al-Kitab kerana ia memuat berbagai
tujuan Al Qur’an.
c.
Munasabah antara ayat
dengan ayat dalam surah yang sama
Munasabah
dalam bentuk ini secara jelas dapat dilihat dalam surah-surah pendek,
contohnya: surah al-Ikhlas, tiap-tiap ayat yang terdapat dalam surah itu
menguatkan tema pokoknya yaitu tentang keesaan Tuhan.
d.
Munasabah antara ayat
dengan ayat dan hubungan antara satu sama lain
Keadaan
ini bisa didapati dalam berbagai keadaan, antara lain: munasabah antara penutup
ayat dengan isi ayat. Munasabah disini bertujuan penguatan, misalnya firman
Allah;
Artinya:
“Dan Allah menghalau orang-orang kafir yang keadaan mereka penuh kejengkelan,
meraka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang
Mukmin dari peperangan. Dan Allah adalah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”
Sekiranya
ayat ini terhenti pada “Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari
peperangan”, niscaya makna yang boleh difahami oleh orang-orang lemah sejalan
dengan pendapat orang-orang kafir yang menyangka bahwa mereka mundur dari medan
perang kerana angin yang kebetulan bertiup. Padahal, bertiupnya angin bukan
suatu kebetulan, tetapi atas rencana Allah mengalahkan musuh-musuh-Nya dan
musuh kaum Muslim. Karena itu, ayat-ayat ini ditutup dengan mengingatkan
kekuatan dan kegagahan Allah SWT menolong kaum Muslim.
Situasi
yang lain pula adalah seperti munasabah antara akhir satu surah dengan awal
surah berikutnya. Munasabah ini dapat dilihat misalnya pada surat Al-Qashash.
Permulaan surat menjelaskan perjuangan Nabi Musa, diakhir surat memberikan
kabar gembira kepada Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan dari kaumnya,
dan akan mengembalikannya ke Mekkah. Di awal surat, larangan menolong orang
yang berbuat dosa dan di akhir surat larangan menolong orang kafir. Munasabah
disini terletak pada kesamaan situasi yang dihadapi dan sama-sama mendapatkan jaminan
dari Allah SWT.
e.
Munasabah antara kalimah
dengan kalimah dalam satu surah
Munasabah
antara kalimah dalam Al Qur’an ada kalanya memakai huruf athaf (kata hubungan)
dan ada kalanya tidak. Munasabah yang memakai huruf athaf (kata hubung)
biasanya mengambil teknik tadhâd (berlawanan). Misalnya pada ayat:
Artinya:
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya”
dan
ayat:
Artinya:
“Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) serta kepada-Nyalah kamu
dikembalikan”
Kata
(masuk dan keluar) dan (menyempitkan dan melapangkan) dinilai sebagai hubungan
berupa perlawanan.
Sementara
itu munasabah yang tidak memakai huruf ‘athaf (penghubung), sandarannya adalah
qarinah maknawiyyah (indikasi maknawi). Aspek ini boleh muncul dalam beberapa
bentuk, contohnya:
a)
Menerangkan keadaan yang berlawanan seperti yang terkandung dalam firman Allah:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja engkau beri peringatan mereka atau
tidak engkau beri peringatan mereka tidak akan beriman”
Munasabahnya
adalah bahawa ayat ini menerangkan watak orang kafir, sedangkan beberapa ayat
sebelumnya menerangkan watak orang mukmin.
b)
Menyatakan peralihan topik kepada penjelasan lain. Firman-Nya:
Artinya:
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhanya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa
adalah yang paling baik. Demikian itu merupakan sebahagian dari
tanda-tanda(kekuasaan) Allah mudah-mudahan kamu selalu ingat”
Ayat
ini menjelaskan nikmat Allah, sedang ditengahnya dijumpai sebutan pakaian taqwa
yang mengalihkan perhatian untuk menyadari betapa unsur taqwa terdapat juga
pada cara berpakaian.
E.
Faedah Ilmu
Munasabah
Faedah mempelajari ilmu munasabah ini
sangat banyak, antara lain sebagai berikut:
1.
Mengetahui hubungan antara
bagian al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu
dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan
terhadap kitab al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemu’jizatan. Karena itu, Izzuddin Abd. Salam mengatakan bahwa ilmu Munasabah
itu ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat satu dengan kalimat
yang lain, beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul,
baik dari awal maupun dari akhir.
2.
Dengan ilmu Munasabah itu,
dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghaan al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat atau
surahnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih yakin bahwa al-Qur’an itu
benar-benar wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan nabi Muhammad SAW. Karena
itu, imam Fakhruddin ar-Razi mengatakan, bahwa keindahan al-Qur’an itu terletak
pada susunan dan persesuaiannya.
3.
Dengan ilmu Munasabah akan
dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, setelah diketahui
hubungan satu dengan yang lain, sehingga sangat mempermudah penafsiran
hukum-hukum atau isi kandungannya.[5]
[1] Abdul Jalal, Ulum al-Qur’an, (Surabaya: Dunia
Ilmu, 2010), cet.III, h. 154.
[2] Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, (Yogyakarta:
LkiS, 2001), h. 215
[3] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabay, Studi
al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), h. 218-219
[4] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia
Ilmu, 2008), cet. III, h. 155-157
[5]
Ibid. h. 164-165
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking